Jumat, 05 Agustus 2011

SEJARAH MAHASISWA 98


SEJARAH GERAKAN MAHASISWA 98
Pergantian struktur kekuasaan di Indonesia selalui diwarnai oleh peran mahasiswa, dengan basis pengorganisasian dan perlwanan yang pada awalnya hanya bermula dari kampus ke kampus, para mahasiswa pada akhirnya mampu membangun harmony dengan rakyat dan menjadikan kampus sebagai benteng kebenaran rakyat yang terakhir. Gerakan mahasiswa pada dasarnya merupakan gerakan moral, yang tidak punya fested politik, ataupun kekuatan yang masif untuk masuk dan merebut tatanan politik yang praksis, sebagai sebuah gerakan moral, kekuatan mahasiswa hanya mampu menjadi pendobrak tanpa mampu memberikan legitimasi kontrol yang kuat dari sebuah proses politik, bahwa kemudian gerakan mahasiswa itu mampu memberi warna itulah yang kemudian tercatat dalam sejarah.
Gerakan perlawanan mahasiswa Indonesia sudah dimulai sejak awal abad 20. orang – orsng seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, Dr Tjipto dan lainnya adalah sedikit dari sekian banyak kaum terpelajar Indonesia (mahasiswa) yang pada akhirnya menjadi founding father dari lahirnya Indonesia.
Kekuatan gerakan mahasiswa kembali muncul sebagai bagian dari perubahaan politik ketika bersama – sama angkatan darat berhasil menumbangkan rezim orde lama di tahun 1966, mereka kemudian bahu membahu membangun sebuah hegemoni rezim yang baru bernama orde baru. Sejarah kemudian mencatat bahwa para mahasiswa yang kemudian masuk kedalam politik praksis tersebut turut serta melanggengkan kemapanan rezim dan melakukan banyak kesewenangan untuk kekuasaan mereka. Banyak dari generasi 66 yang menjadi pengambil keputusan baik di legislatif maupun eksekutif. Gerakan mahasiswa kembali memberi warna dalam ritme politik nasional ketika di tahun 1974 mahasiswa kembali bergerak, Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta adalah kota dimana para mahasiswa mulai merasakan depolitisasi yang dilakukan oleh Orde Baru. Pergolakan kembali dilakukan dengan menolak Soeharto menjadi Presiden untuk yang kedua kali. Beberapa mahasiswa di tangkap dan dijeboskan kedalam penjara, tahun 1979 pemerintah Orde baru memberlakukan NKK/BKK (normalisasi kehidupan kampus) bagi seluruh kampus di Indonesia. Mahasiswa dilarang berpolitik, ataupun melakukan aktivitas yang berbau politik, kebebasan intelektual kampus di kebiri, dan kontrol yang kuat kepada organisasi – organisasi mahasiswa diperketat. Kampus menjadi sebuah penjara berpikir bagi semua civitasnya.
Pada tahun 80-an strategi gerakan mahasiswa mulai mengalami perubahn, mahasiswa mulai masuk ke kantong-kantong rakyat dengan mengorganisir kelompok petani, buruh, nelayan dan sektor-sektor informal lainnya. Hal ini dilakukan karena kampus sudah menjadi sebuah menara gading dari kekuasaan. buku kuliah hanya menjadi rangkaian indah dari untaian kata-kata, dosen – dosen berperan layaknya seorang komandan pleton yang memeriksa pasukannya. Mahasiswa melewati periode ini dengan sangat berat. Ribuan aktivis mahasiswa ditangkap, kampus dikuasai oleh tentara, sementara mahasiswa yang bertahan harus menyingkir ke pedesaan dan memperkuat pengorganisasian untuk kembali beberapa tahun kemudian dengan satu keyakinan, tirani harus tumbang.
Rejim Orde baru mengambil alih seluruh institusi negara dari tangan sipil, dan mendomonasinya dengan tentara, pada tahun 90-an Orde Baru nyaris berhasil membuat junta militer di Indonesia, setelah hampir semua posisi-posisi penting di kementrian, gubernur, bupati dan institusi negara lainnya diambil alih oleh militer dengan dominasi angkatan darat. Namun orde baru lupa bahwa tekanan yang terus menerus dilakukan akan membuat rakyat melakukan pemberontakan.
Demokrasi yang dimanifestasikan dengan Pelaksanaan Pemilu dengan menutup ruang bagi adanya multipartai. Partai politik haram untuk didirikan, sementara kekayaan ideologi rakyat dengan berbagai macam pilihan juga ditutup rapat dengan pemberlakuan asas tunggal Pancasila. Poltik pecah belah diterapkan oleh rezim agar dapat membangun kontrol atas semua kekuatan politik, sebuah peristiwa yang kemudian menjadi filial awal dari bangunan baru gerakan mahasiswa terjadi pada 27 juli 1996, peristiwa yang merupakan momentum gerakan perlawanan mahasiswa, untuk mengkonsolidasikan diri ditangah pressure politik yang sanngat kuat, tahun 1997 adalah neraka bagi seluruh aktivis Pro Demokrasi. orde baru memangkas habis gerakan pro demokrasi hingga lubang – lubang terkecil.
Tahun 1997 juga ditandai dengan himbauan mahasiswa untuk abstain atau golput dalam Pemilu 1997. Tuntutan yang paling keras adalah menolak Soeharto menjadi Presiden yang ketujuh kalinya pada SU MPR tahun 1998. Akan tetapi seperti SU-SU sebelumnya, 1000 anggota MPR secara aklamasi tetap memilih Soeharto menjadi orang pertama di Indonesia.

Operasi mawar adalah gerakan yang dilakukan oleh kopassus, divisi elite angkatan darat, untuk menculik para aktivis. Beberapa aktivis dipulangkan kerumahnya namun lebih dari 50 orang yang tidak kembali hingga saat ini. Subversif, komunis, mengganggu stabilitas nasional dan hendak mengganti pancasila adalah issue yang dilakukan oleh pihak kekuasaan untuk menangkap dan menghilangkan secara paksa aktivis pro demokrasi. meski penculikan menjadi hantu yang menakutkan, namun rezim tidak sadar bahwa gerakan mahasiswa sedang menyiapkan gerakannya untuk menjatuhkan rezim orde baru dengan membangun komunikasi dan konsolidasi di setiap kampus.
Pada tahun yang sama (agustus 1997), Indonesia mengalami krisis ekonomi. Sebagai abagian dari krisis regional seperti yang dialami negara – negara NIES (Newly Industrial Estate Economiy); Malaysia, Hongkong, filiphina, Thailand dan Korea Selatan adalah beberapa negara yang mengalami dampak dari krisis.. Namun lunturnya kepercayaan dunia internasional, korupsi dan buruknya moral pejabat membuat Indonesia menjadi satu-satunya negara yang tidak mampu bangkit dari keterpurukan. Pada bulan februari 1998 rupiah mencapai angka terendah hingga Rp 17.200,-. Akibatnya terjadi kenaikan harga disemua kebutuhan pokok rakyat, pabrik banyak yang gulung tikar, para pengusaha melarikan modalnya keluar negeri. Akhirnya Indonesia betul-betul sedang krisis moneter.
Pemerintah akhirnya menyerahkan kebijakan ekonominya pada IMF. Soeharto menandatangani kesepakatan baru untuk utang kepada IMF. Melalui IMF yang dipimpin oleh Michael Camdessus ini pula akhirnya praktis kebijakan ekonomi Indonesia didikte IMF. Ketidakmapuan pemerintah untuk keluar dari krisis ekonomi ini menujukkan kepada dunia akan begitu rapuhnya struktur kekuasaan yang dibuat oleh Orde Baru. 32 tahun Orde Baru berkuasa ternyata takluk oleh riak kecil dari gelombang krisis ekonomi dunia. Ideologi developmentalisme yang menjadi pilihan kekuasaan Orde Baru ternyata tidak mampu menopang rezim yang dibangun meski semua struktur kekuasaan politik, baik dari tingkat pusat hingga daerah telah mendukungnya.
Setelah sempat diawasi secara ketat sejak tahun 1996, gerakan mahasiswa mulai bergeliat pada akhir tahun 1997. dengan memanfaatkan krisis ekonomi mahasiswa mampu membaca secara cerdas kondisi pemerintahan orde baru. Meski dibayang-bayangi penangkapan dan penculikan serta pembubaran akis dan organisasi, mahasiswa ternyata mampu keluar lebih cepat dari yang diprediksikan. Dimulai dari kampus-kampus yang mempunyai tradisi perlawanan, gerakan mahasiswa mulai mendapat elannya. Seperti api yang menyambar rumput kering, aksi mahasiswa akhirnya terjadi dihampir semua kota yang mempunyai perguruan tinggi.
Di Jakarta gerakan mahasiswa terbagi dalam dua kelompok besar yaitu Forum Kota dan FKSMJ. Dua kelompok ini mempunyai ciri yang berbeda meski satu tujuan yaitu menginginkan Soeharto mengakhiri kekuasaannya. Forum Kota adalah gerakan mahasiswa yang berangkat dari kelompok non formal kampus, sebaliknya FKSMJ adalah aktifis-aktifis lembaga formal kampus.
Peristiwa Trisakti, kerusuhan 13-14 Mei dan bentrokan disejumlah kampus adalah catatan penting menuju klimaksnya gerakan mahasiswa trahun 1998. Dengan dukungan penuh kelompok pro demokrasi yang telah jenuh dengan kediktatoran Orde Baru, kini mahasiswa secara terang-terangan didukung oleh kekuatan rakyat. Pendudukan gedung Parlemen yang dimulai tanggal 18 Mei 1998 oleh Forum kota dan disempurnakan oleh kelompok FKSMJ pada tanggal 19 mei 1998 menunjukkan betapa gerakan mahasiswa bahu-membahu menyelesaikan tuntutan reformasi.
Setelah aksi yang terus menerus dilakukan mahasiswa di seluruh Indonesia, hasil dari cita-cita mulai nampak. Mahasiswa melakukan konsolidasi dan aksi dengan intensitas yang sangat tinggi pada bulan maret, Apil dan puncaknya pada bulan Mei 1998. Dari perdebatan-perdebatan forum diskusi dan komite aksi mahasiswa di kampus-kampus dalam melihat situasi rakyat, persoalan kenaikan harga semabilan barang pokok menjadi issue populis yang sangat seksi. Di Jakarta, Forum Kota dan FKSMJ secara bergantian menggelar aksi di kampus-kampus yang menjadi basis pengorganisasiannya. Setelah issu turunkan harga, 5 pokok agenda reformasi menjadi tuntutan demosntrasi selanjutnya.
Pada awal 1998, bukan hanya mahasiswa dari kota besar yang melakukan demonstrasi. Kota-kota kecil yang sebelumnya tidak begitu isntens dalam persoalan politik dan kondisi sosial masyarakat sangat antusias menyambut datangnya kemenangan. Pada awal Mei Soeharto melakukan kunjungannya ke Mesir dan mencoba menutup mata terhadap kondisi ekonomi masyarakat dan protes-protes mahasiswa. Akhirnya 4 mahasiswa meninggal di Universitas Trisakti dan memaksa Soeharto kembali ke tanah air. Karena aksi tanggal 18 Mei yang dilakukan Forkot dan berhasil menjebol gedung DPR, Harmoko, ketua DPR/MPR mengeluarkan sikap bahwa ia meminta Soeharto turun dari jabatannya. Pernyataan itu dibantah oleh Jendral Wiranto keesokan harinya dengan pernyataan bahwa itu adalah pernyataan Harmoko pribadi, bukan sebagai ketua DPR/MPR.
Akhirnya, setelah FKSMJ masuk ke DPR pada tanggal 19 Mei dan Forum Kota tanggal 21 Mei, Soehato menyatakan mengundurkan diri dari Presiden pada siang harinya di Istana Merdeka dan digantikan oleh wakli Presiden BJ Habibie. Ribuan mahasiswa yang mendengarkan pernyataan itu menyambut dengan suka cita, namun ratusan ribu lainnya menganggap bahwa perjuangan belum selesai karena Soeharto belum diadili dan Habibie sebagai pengganti Soeharto adalah kelanjutan dari orde baru juga.
32 tahun pemerintah Orde baru ternyata menghasilkan kekuasaan yang sangat otoriter. Sikap pemerintah, watak politisi, sistem, struktur pemerintahan, produk kebijakan dan segala jenis produk dari sistem orde baru telah mendarah-daging dalam semua sendi-sendi kehidupan masyarakat dan pemerintah. Orde Baru dengan 3 kekuatannya yaitu ABG (Abri/tentara, Birokrasi dan Golkar) telah mengubah struktur politik yang telah ditanamkan oleh the founding fathers dari politik sebagai panglima menjadi pembangunan sebagai panglima, dari negara non blok menjadi negara berpihak pada kekuatan amerika dan modal asing. Ideologi developmentalism itulah yang kini membuat Indonesia harus bertekuk lutut dibawah ketiak kapitalisme.
Merupakan keniscayaan kiranya ketika rakyat tidak percaya terhadap kepemimpinan Habibie. Pasca pemerintahan Soeharto, mahasiswa menolak pemerintahan Habibie. Jika partai politik bermunculan, pers mulai bangkit, organisasi-organisasi mulai bergeliat ini bukan karena kebaikan seorang Habibie. Akan tetapi ini merupakan kewajaran dari proses transisi menuju demokrasi dimana pemimpin pengganti akan menampakkan liberalisasi sehingga akan terbedakan dengan pemimpin sebelumnya. Hal ini tentu saja dapat dibenarkan karena sesungguhnya Habibie tetap saja tidak berani mengadili Soeharto.
Ketika Habibie dirasa kurang mampu membawa keinginan rakyat, mahasiswa menawarkan gagasan baru. Pemerintahan Transisi atau Komite Rakyat Indoesia adalah jawaban saat rakyat membutuhkan kepemimpinan yang jujur dan mengerti akan cita-cita reformasi. Dalam gagasan mahasiswa, PT mempunyai dua fungsi yaitu fungsi eksekutif dan legislatif. PT bukanlah pemerintahan definitif, namun merupakan pemerintahan sementara yang hanya mengantarkan hingga pemilu yang demokratis, jujur dan adil tanpa keikutsertaan Golkar. PT terdiri dari orang-orangb yang mempunyai kredibilitas dan basisi massa. PT dalam kerangka ini merupakan penyiapan terhadap clean governent for cleansing regime.
Untuk memperjuangkan PT sebagai langkah menuju Indonesia yang demokratis mahasiswa melakukan konsolidasi menyeluruh. Melalui penyelenggaraan Rembug Nasional Mahasiswa Indonesia I (RNMI I) di Universitas Udayana, Denpasar, yang berlangsung pada akhir Pebruari 1999 mahasiswa mempertajam gagasan dan langkah-langkah strategis. Diikuti ribuan mahasiswa garis keras, 126 organisasi gerakan mahasiswa dari 23 propinsi RNMI mengambil keputusan yaitu: pertama, memberi kewenangan bagi rakyat Papua dan Aceh untuk menentukan nasibnya sendiri. Kedua, membentuk Pemerintahan Transisi sebagai solusi atas ketidakpercayaan terhadap pemerintahan Habibie. Ketiga, menolak Pemilu 1999. Keempat, mencabut dwi fungsi ABRI.
RNMI I merupakan konsolidasi terbesar mahasiswa pasca Soeharto. Setelah pertemuan di Bali, tingkat komunikasi, jaringan dan konsolidasi mahasiswa Indonesia semakin tinggi. Secara tidak langsung RNMI ini menjadi cikal-bakal dari lahirnya organisasi-organisasi gerakan mahasiswa tingkat nasional.
Ditengah pertarungan elit politik yang bersiap-siap menghadapi Pemilu 1999 mahasiswa tetap melakukan konsolidasi. Mahasiswa tidak bergeming dengan tawaran uang dan kekuasaan. Iming-iming elit politik agar mahasiswa meninggalkan gerakan ekstra parlementer dan duduk manis di gedung parlemen ditolak mentah-mentah. Mahasiswa juustru melanjutkan konsolidasi agar pemerintahan transisi dapat diwujudkan. Setelah RNMI di Denpasar, RNMI II diadakan di Surabaya pada bulan Mei 1999. Pasca RNMI Surabaya aksi mahasiswa semakin gencar dilakukan. Ketika elit politik mulai tawar-menawar kekuasaan, mahasiswa setia dengan agendanya pemerintahan transisi. Setelah penyelenggaraan beberapa kali RNMI para mahasiswa mulai berpikir untuk membuat organisasi semi permanen tingkat nasional. JNMI (Jaringan Nasional Mahasiswa Indonesia) akhirnya menjadi organisasi yang menaungi organisasi gerakan mahasiswa.
Salah satu hasil dari sidang istimewa, November 1998, adalah penyelenggaraan Pemilu 1999. Pemilu 1999 yang diikuti oleh 48 partai politik mendapat tentangan keras dari mahasiswa. Keikutsertaan Golkar sebagai partai orde baru dalam Pemilu 1999 adalah alasan yang paling logis dari gerakan mahasiswa untuk menolak pemilu. Bagaimanapun juga dosa-dosa golkar sebagai the rulling party saat Orde Baru berkuasa merupakan hal yang tidak bisa dimaafkan, apalagi dilupakan. Tuntutan mahasiswa adalah diskulaifikasi bagi Golkar yang telah 32 tahun membuat rakyat sengsara.
Menurut mahasiswa Pemilu 1999 bukanlah jawaban untuk menjawab krisis bangsa. 6 agenda reformasi yaitu: turunkan dan Adili Soeharto, Bubarkan Golkar, cabut dwi fungsi ABRI, Tolak KKN (Korupsi, kolusi dan nepotisme), penegakkan supremasi hukum, dan pengusutan pelanggaran HAM adalah hal yang lebih mendesak daripada sekedar menyelenggarakan Pemilu yang hanya memberi jalan bagi otoritarian lama berkuasa kembali.
Salah satu agenda reformasi adalah pengadilan terhadap Soeharto. Soeharto sebagai personifikasi Orde Baru tidak bisa dibiarkan hidup tanpa pengungkapan terhadap kejahatan masa lalaunya. 3 juta orang dibunuh saat 3 tahun pertama ia berkuasa, depolitisasi terhadap rakyat, pelanggaran HAM yang terjadi setiap tahun, korupsi uang rakyat, perampasan tanah rakyat merupakan dosa besar Soeharto yang harus dipertanggungjawabkan. Akan tetapi melawan tirani yang telah berkuasa selama puluhan tahun bukanlah hal yang mudah. Soeharto mempersenjatai rakyat sipil untuk berhadap-hadapan secara langsung dengan mahasiswa.
Pasca pemilu 1999 dan Sidang Umum MPR kekhawatiran mahasiswa mulai terbukti. Naiknya Gus Dur dan Megawati sebagai pasangan Presiden dan wakil Presiden tidak mampu membawa keinginan tuntutan reformasi. Pengadilan Soeharto yang digelar pada bulan November 2000 hanya sandiwara belaka, sehingga gerakan mahasiswa menolak proses itu. Departemen pertanian, tempat pengadilan Soeharto, dan rumah Soeharto di jalan cendana merupakan tempat yang menjadi sasaran demonstrasi mahasiswa. Di berbagai daerah mahasiswa meneriakkan hal yang sama dengan mendatangi aset-aset Soeharto dan DPRD setempat.
Setelah 6 tahun reformasi berjalan nasib rakyat belum juga berubah. Kesejahteraan, kemakmuran, keadilan dan kepastian ekonomi yang menjadi cita-cita bersama nampaknya jauh dari harapan. Para pelanggar HAM dan koruptor bebas tanpa ada pengadilan yang berani menyentuhnya. Komnas HAM tidak memberi apapun bagi perkembangan HAM di tanah air. 500 anggota DPR yang dipilih oleh rakyat juga melupakan konstituennya. Ia tidak sadar bahwa mobil, rumah, uang dan segala fasilitas yang ia dapatkan adalah karena darah yang tercecer selama 32 tahun. Presiden dan kabinetnya juga lebih cepat melupakan cita-cita reformasi. Kebuntuan sistem hukum di Indonesia membuat mahasiswa berpikir lebih maju dengan menawarkan mahkamah rakyat sebagai solusi alternatif krisis hukum.
Mahkamah Rakyat tidak mengadili kasus-kasus pidana maupun perdata. Ia dibentuk karena kebuntuan hukum dan proses pengadilan dalam mengadili kejahatan pemerintah terhadap rakyat. Pelanggaran HAM, korupsi, perampasan tanah rakyat, penyelewengan jabatan, produk hukum yang tidak memihak rakyat adalah kasus-kasus yang akan diselesaikan dalam mahkamah rakyat. Seperti PT yang sifatnya adalah sementara, Mahkamah rakyat juga mempunyai sifat yang sama. Ia hanya berhadapan dengan pejabat publik, sementara kekuatan rakyat menjadi unsur yang menentukan dalam penjatuhan hukuman. Untuk pengorganisasian kasus-kasus rakyat adalah syarat mutlak dalam pembentukan mahkamah rakyat.
Tahun 2001 konfigurasi elit politik indonesia berubah. Ketakutan Golkar atas tuntutan mahkamah rakyat membuat ia harus mencari kambing hitam. Musuh bersama akhirnya ditimpakan kepada Gus Dur yang saat itu menjadi Presiden agar politisi golkar terhindar dari pengadilan mahkamah rakyat. Setelah penjajakan koalisi yang dilakukan sejak tahun 2000, akhirnya Golkar bersama beberapa partai menjatuhkan Gus Dur lewat rangkaian issu-issu murahan sengaja yang diciptakan. Konflik elit ini sama sekali tidak menguntungkan rakyat. Pergantian Presiden dari Gus Dur ke Megawati hanya menambah derita panjang rakyat Indonesia.
Melihat pertarungan elit politik yang kian memanas, mahasiswa mengambil sikap yang berbeda-beda. Pertama, mahasiwa yang melihat bahwa Gus Dur adalah simbol kekuata demokrasi, mahasiswa juga lemilah Gus Dur adalah representasi kelompok etnis minoritas, Islam yang sangat inklusif, keberaniannya memecat Wiranto, desakralisasi istana merdeka dan banyak alasan lainnya. untuk itu ia perlu diselamatkan dari ancaman impeachment kelompok Orde Baru. Kedua, mahasiswa yang ingin menjatuhkan Gus Dur. Ketiga, mahasiswa yang melihat ini adalah konflik yang tidak penting. Konflik yang dinilai sarat kepentingan politis daripada hukum dan moral. Mahasiswa betul-betul melihat bahwa ini adalah konflik antar elit politik, bukan rakyat dengan elit politik. Lewat sidang istimewa pada bulan Juli 2001 Gus dur akhirnya jatuh dan di ganti Megawati.
Sebagai kelompok yang harus objektif melihat persoalan bangsa, mahasiswa seharusnya tidak terlibat pada satu kepentingan kelompok. Segala energi dan dedikasinya harus ditujukan kepada rakyat. Kemurnian sikap, penjagaan terhadap nilai-nilai moral gerakan, tidak melibatkan diri pada kepentingan elit merupakan nilai yang harus ditanamkan pada setiap aktivis mahasiswa.
Transisi menuju demokrasi yang terjadi di Indonesia jauh lebih sulit dari yang telah diperkirakan. Orde Baru tidak membiarkan kelompoknya dihantam oleh arus reformasi. Mereka mengantisipasi kekuatan pro demokrasi dengan menempatkan orang-orangnya di pos-pos strategis sehingga pengadilan terhadap meraka tidak berjalan. Golkar sebagai salah satu institusi paling penting kelompok Orde Baru menggunakan peran ini secara luar biasa. Namun, mahasiswa jeli melihat Golkar dalam memainkan perannya. Keikutsertaan Golkar pada Pemilu 1999 dengan meraup 22 % suara nasional harus digugat. Money politics, intimidasi kepada pemilih, janji-janji palsu kampanye merupakan pola lama yang tetap dipakai oleh Golkar pada pemilu 1999.
Selama 32 tahun Orde Baru membangun kekuatan disemua sektor. Jika Golkar memainkan dilevel partai, HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) dan PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) menjadi kepanjangan Orde Baru di sektor petani dan guru, sementara KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) dan SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) menjadi perpanjangan di bagian pemuda dan buruh. Orde baru juga membangun kekuataannya pada level pengusaha di kadin (Kamar dagang Indonesia), dan pegawai negeri di Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia). Kelihatannya tidak ada kekuatan rakyat yang tersisa. Rakyat dilarang membuat organisasi, semua ditunggalkan di organisasi yang dibangun pemerintah.
Demokrasi prosedural meniscayakan adanya pemilu yang fair, tanpa campur tangan kekuasaan dan segala bentuk kepentingan kapitalis dalam proses perjalanannya. Namun pembentukan organisasi-organisasi lintas`sektoral diatas yang seharusnya berdiri diatas kepentingan semua golongan ternyata telah dimonopoli oleh kekuasaan yang sesungguhnya adalah Golkar itu sediri. Hal ini membuat 7 kali penyelenggaraan Pemilu selama Orde Baru berkuasa tidak pernah jujur dan fair serta penuh intimidasi dan manipulasi suara.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More