Jumat, 05 Agustus 2011

FILSAFAT PANCASILA



KOMPETENSI
Mahasiswa mampu memahami nilai-nilai jati diri bangsa melalui pengkajian aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi filsafat Pancasila sehingga dengan pemahaman tersebut diharapkan dapat tumbuh personal wisdom yang integratif dalam dimensi kompentensi kewarganegaraan (civic knowledge, civic skills, civic commitment, civic convidence, dan civic competence).

INDIKATOR
Melalui pembelajaran ini mahasiswa diharapkan dapat:
1.    Mendeskripsikan Pancasila sebagai jati diri bangsa;
2.    Mengemukakan Pengertian Filsafat Pancasila;
3.    Menganalisis sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem Filsafat;
4.    Mendeskripsikan aspek ontologi Filsafat Pancasila;
5.    Mendeskripsikan aspek epistemologi Filsafat Pancasila;
6.    Mendeskripsikan aspek aksiologi Filsafat Pancasila; serta
7.    Menganalisis secara komprehensif Filsafat Pancasila dalam konteks kewarganegaraan.

DAFTAR ISTILAH KUNCI
1.    Filsafat: Secara etimologis cinta akan kcbijaksanaan, tapi dapat pula diartikan sebagai keinginan yang sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran yang sejati.
2.    Filsafat Pancasila: Kebenaran dari sila-sila Pancasila sebagaidasar negara atau dapat pula diartikan bahwa Pancasila merupakan satu kesatuan sistem yang utuh dan logis.
3.    Kewarganegaraan: pengetahuan mengenai warga negara di suatu negara tertentu.
4.    Ontologi: Bidang filsafat yang membahas tentang hakikat keberadaan sesuatu dan mencari hakikat mengapa sesuatu itu ada.
5.    Epistemologi: Bidang filsafat yang membahas hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu tentang ilmu.
6.    Aksiologi : Bidang filsafat yang membahas tentang hakikat nilai atau filsafat yang membahas nilai praksis dari sesuatu.
7.    Nilai: Segala sesuatu yang berguna atau berharga bagi manusia. Jati diri bangsa: Kepribadian bangsa yang menjadi identitas nasional.
8.    Globalisasi: Proses mendunia menjadi keadaan tanpa batas antarncgara akibat kemajuan teknologi informasi.
9.    Internasionalisasi: Upaya hegemoni negara maju melalui isu dan permasalahan internasional.
10. Nasionalisme: Paham kebangsaan yang dianut oleh suatu negara.
11. Sistem: Suatu kesatuan yang utuh dan tidak bisa dipisah-pisahkan di antara sub-sub sistem Kausa materialis.
12. Suatu kajian filsafat Aristoteles yang membahas tentang sebab materialdari sesuatu. Kausa finalis: Suatu kajian filsafat Aristoteles yang membahas tentang sebab final dari Sesuatu. Kausa efisiensi: Suatu kajian filsafat Aristoteles yang membahas tentang pelaku dari adanya sesuatu.
13. Kausa forma: Suatu kajian filsafat Aristoteles yang membahas tentang bentuk dari adanya sesuatu. Founding Fathers: Para pendiri negara yang merumuskan Pancasila dan UUD 1945 dalam mempersiapkan Indonesia merdeka.
14. Local Genius'. Kreatifitas lokal yang keunggulan kompetitif. Local Wisdom: Kearifan lokal yang hidup dan mcmbentuk sikap bijak dalam suatu masyarakat.

URAIAN TEORI DAN KONSEP
1.    Pendahuluan
Perkembangan masyarakat dunia yang semakin cepat secara langsung ataupun tidak langsung mcngakibatkan pcrubahan besar pada bcrbagai bangsa di dunia. Gelombang besar kckuatan internasional dan transnasional melalui globalisasi telah mengancam, bahkan menguasai eksistensi negara-negara kebangsaan, tcrmasuk Indonesia. Akibat yang langsung terlihat adalah terjadinya pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan kebangsaan karena adanya perbenturan kepentingan antara nasionalisme dan internasionalisme.
Permasalahan kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia menjadi semakin kompleks dan rumit manakala ancaman internasional yang terjadi di satu sisi, pada sisi yang lain muncul masalah internal, yaitu maraknya tuntutan rakyat, yang secara objektif mengalami suatu kehidupan yang jauh dari kesejahteraan dan keadilan sosial.
Paradoks antara kekuasaan global dengan kekuasaan nasional ditambah konflik internal, seperti gambaran di atas, mengakibatkan suatu tarik-menarik kepentingar. yang secara langsung mengancam jati diri bangsa. Nilai-nilai baru yang masuk, baik secara subjektif maupun objektif, serta terjadinya pergeseran nilai di tengah masyarakat pada akhirnya mengancam prinsip-prinsip hidup berbangsa masyarakat Indonesia.
Prinsip-prinsip dasar yang telah ditemukan oleh peletak dasar (the founding
fathers) negara Indonesia yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat bernegara, itulah Pancasila. Dengan pemahaman demikian, maka Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia saat ini mengalami ancaman dengan munculnya nilai-nilai baru dari luar dan pergeseran nilai-nilai yang terjadi.
Secara ilmiah harus disadari bahwa suatu masyarakat, suatu bangsa, senantiasa memiliki suatu pandangan hidup atau filsafat hidup masing-masing, yang berbeda dengan bangsa lain di dunia. Inilah yang disebut sebagai local genius (kecerdasan/kreativitas lokal) dan sekaligus sebagai local wisdom (kearifan lokal) bangsa.
Dengan demikian, bangsa Indonesia tidak mungkin memiliki kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup dengan bangsa lain.
Ketika para pendiri negara Indonesia menyiapkan berdirinya negara Indonesia merdeka, mereka sadar sepenuhnya untuk menjawab suatu pertanyaan yang fundamental 'di atas dasar apakah negara Indonesia merdeka ini didirikan'.^ Jawaban atas pertanyaan mendasar ini akan selalu menjadi dasar dan tolok ukur utama bangsa ini meng-Indonesia. Dengan kata lain, jati diri bangsa akan selalu bertolok ukur pada nilai-nilai Pancasila sebagai filsafat bangsa.
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Pemahaman demikian memerlukan pengkajian lebih lanjut menyangkut aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi dari kelima sila Pancasila.
2.    Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani "philein " yang berarti cinta dan "sophia" yang berarti kebijaksanaan. Jadi, filsafat menurut asal katanya berarti cinta akan kebijaksanaan, atau mcncintai kebenaran/pengetahuan. Cinta dalam hal ini mcmpunyai arti yang seluas-luasnya, yang dapat dikemukakan sebagai keinginan yang mcnggebu dan sungguh-sungguh terhadap sesuatu, sedangkan kebijaksanaan dapat diartikan sebagai kebenaran yang scjati.
Dengan demikian, filsafat secara sederhana dapat diartikan sebagai keinginan yang sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran yang sejati. Filsafat merupakan indtik ilmu pengetahuan. Menurut J. Gredt dalam bukunya "Elementa Philosophiae", filsafat sebagai "Ilmu pengetahuan yang timbul dari prinsip-prinsip mencari sebab musababnya yang terdalam.
a.    Filsafat Pancasila
Menurut Ruslan Abdulgani, bahvva Pancasila merupakan filsafat negara yang lahir sebagai collective ideologic (cita-cita bersama) dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding father bangsa Indonesia, kemudian dituangkan dalam suatu "sistem" yang tepat. Adapun menurut Notonagoro, Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah, yaitu tentang hakikat dari Pancasila.
b.    Karakteristik Sistem Filsafat Pancasila
Sebagai filsafat, Pancasila mcmiliki karakteristik sistem filsafat tersendiri yang berbeda dengan filsafat lainnya, di antaranya: Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas). Dengan pengertian lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah, maka itu bukan Pancasila.

c.    Prinsip-Prinsip Filsafat Pancasila
Pancasila ditinjau dari Kausal Aristoteles dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)    Kausa Materialis, maksudnya sebab yang berhr.bungan dengan materi/bahan, dalam hal ini Pancasila digali dari nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam bangsa Indonesia sendiri;
2)    Kausa Formais, maksudnya sebab yang berhubungan dengan bentuknya, Pancasila yang ada dalam pembukaan UUD '45 memenuhi syarat formal (kebenaran formal);
3)    Kausa Efisiensi, maksudnya kegiatan BPUPK.I dan PPKI dalam menyusun dan merumuskan Pancasila merijadi dasar negara Indonesia merdeka; serta
4)    Kausa Finalis, maksudnya berhubungan dengan tujuannya, yaitu tujuan diusulkannya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.
Inti atau esensi sila-sila Pancasila meliputi:
Ø  Tuhan, yaitu sebagai kausa prima;
Ø  Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial;
Ø  Satu, yaitu kesatuan mcmiliki kcpribadian sendiri;
Ø  Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan bergotong royong; serta
Ø  Adil, yaitu memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang lain menjadi haknya.
d.    Hakikat Nilai-Nilai Pancasila
Nilai adalah suatu ide atau konsep tentang apa yang seseorang pikirkan yang merupakan hal yang penting dalam hidupnya. Nilai dapat berada di dua kawasan kognitif dan afektif. Nilai adalah ide, bisa dikatakan konsep dan bisa dikatakan abstraksi (Sidney Simon: 1986). Nilai merupakan hal yang terkandung dalamhati nurani manusia yang lebih memberi dasar dan prinsip akhlak yang merupakan standar dari keindahan dan efisiensi atau keutuhan kata hati (potensi).
Langkah awal dari "nilai" adalah seperti halnya ide manusia yang merupakan „ potensi pokok human being. Nilai tidaklah tampak dalam dunia pengalaman nyata dalam jiwa manusia. Dalam ungkapan lain, ditegaskan oleh Sidne Simon (1986) bahwa sesungguhnya yang dimaksud dengan nilai adalah jawaban yang jujur tapi benar dari pertanyaan "whatyou are really, really, really, want.
Studi tentang nilai termasuk dalam ruang lingkup estetika dan etika. Estetika cenderung pada studi dan justifikasi yang menyangkut tentang mai memikirkan keindahan, atau apa yang mereka senangi. Misalnya, mempersoalkan atau menceritakan si rambut panjang, pria pemakai anting-anting, nyanian nyanyian bising, dan bentuk-bentuk seni lain. Adapun etika cenderung pada dan justifikasi tentang aturan atau bagairnana manusia berperilaku.
Ungkapan sering timbul dari pertanyaan-pertanyaan yang mempertentangkan antara benar dan salah, baik dan buruk. Pada dasarnya studi tentang etika merupakan pelajaran tentang moral yang secara langsung merupakan pemahaman tentang apa itu benar dan salah.
Bangsa Indonesia sejak awal mendirikan negara, berkonsensus memegang dan menganut Pancasila sebagai sumber inspirasi, nilai, dan bangsa. Konsensus bahwa Pancasila sebagai anutan untuk pengembangan nilai moral bangsa ini secara ilmiah filosofis merupakan pemufakatan yang normal Secara epistemologis bangsa Indonesia punya keyakinan bahwa nilai dan yang terpancar dari asas Pancasila ini sebagai suatu hasil sublimasi, kristalisasi dari sistem nilai budaya bangsa dan Agama yang seluruhnya bersifat vertical, vcrtikal, juga horizontal scrta dinamis dalam kchidupan masyarakat.
 Sclanjutnya, untuk mcnyinkronkan dasar filosofis-idcologis mcnjadi wujud jati diri bangsa yang nyata dan konsekuen secara aksiologis, bangsa dan negara Indonesia berkehendak untuk mengerti, menghayati, membudayakan, dan melaksanakan Pancasila. Upaya ini dikembangkan melalui jalur keluarga, masyarakat, dan sekolah.
Refleksi filsafat yang dikembangkan oleh Notonagoro untuk menggali nilai-nilai abstrak, hakikat nilai-nilai Pancasila, ternyata kemudian dijadikan pangkal tolak pelaksanaannya yang bcrwujud konsep pengamalan yang bersifat subjektif dan objektif. Pengamalan secara objcktif adalah pengamalan di bidang kehidupan kenegaraan atau kemasyarakatan, yang penjelasannya berupa suatu perangkat ketentuan hukum yang secara hierarkis berupa pasal-pasal UUD, Ketetapan MPR, Undang-undang Organik, dan peraturan-pcratiiran pclaksanaan lainnya. Pengamalan secara subjektif adalah pengamalan yang dilakukan oleh manusia individual, baik scbagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat ataupun sebagai pemegang kekuasaan, yang penjelmaannya berupa tingkah laku dan sikap dalam hidup sehari-hari.
Nilai-nilai yang bersumber dari hakikat Tuhan, manusia, satu rakyat, dan adil dijabarkan menjadi konsep Etika Pancasila, bahwa hakikat manusia Indonesia adalah untuk memiliki sifat dan keadaan yang berperi Ketuhanan Yang Maha Esa, berperi Kemanusiaan, berperi Kebangsaan, berperi Kerakyatan, dan berperi Keadilan Sosial. Konsep Filsafat Pancasila dijabarkan menjadi sistem Etika Pancasila yang bercorak normatif.
Ciri atau karakteristik berpikir filsafat adalah: 1) sistematis, 2) mendalam, 3) mendasar, 4) analitis, 5) komprehensif, 6) spekulatif, 7) representatif, dan 8) evaluatif. Cabang-cabang filsafat meliputi:
1)    Epistemologi (Filsafat Pengetahuan),
2)    Etika (Filsafat Moral),
3)    Estetika (Filsafat Seni),
4)    Metafisika (membicarakan tcnlang scgala scsuatu di balik yang ada),
5)    Politik (Filsafat Pemerintah)
6)    Filsafat Agama,
7)    Filsafat Ilmu,
8)    Filsafat Pendidikan,
9)    Filsafat hukum,
10) Filsafat Sejarah,
11) Filsafat Matematika, dan
12) Kosmologi (membicarakan tentang segala sesuatu yang ada yang teratur).
Aliran Filsafat meliputi:
1)    Rasionalisme
2)    Idealisme
3)    Positivisme
4)    Eksistensialisme
5)    Hedonisme
6)    Stoisme
7)    Liberalisme
8)    Spiritualisme
9)    Utilitarianisme
10) Materialisme
11) Marxisme
12) Realisme

3.    Kajian Ontologis
Secara ontologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Menurut Notonagoro hakikat dasar ontologis Pancasila adalah manusia. Mengapa?, karena manusia merupakan subjek hukum pokok dari sila-sila Pancasila.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang berketuhanan Yang Maha berkemanusian yang adil dan beradab, berkesatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pada hakikatnya adalah manusia (Kaelan, 2005).
Dengan demikian, secara ontologis hakikat dasar keberadaan dari sila Pancasila adalah manusia. Untuk hal ini, Notonagoro lebih lanjut mengemukakan bahwa manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontol memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani. Selain itu, sebagai makhluk individu dan sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, secara hierarkis sila pertama Ketuhanan \ Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila Pancasila (Kaelan, 2005).
Selanjutnya, Pancasila sebagai dasar filsafat negara Rcpublik Indonesia memiliki susunan lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan, serta mempunyai si fat dasar kesatuan yang mutlak, yaitu berupa sifat kodrat monodualis, sebagai makhluk individu sckaligus juga sebagai makhluk sosial. Di samping itu, kcduduknnnya sebagai makhluk pribadi yang berdiri :endiri, sekaligus sebagai makhluk Tuhan. Konsekuensinya, segala aspek dalam penyelenggaraan negara diliputi oleh nilai-nilai Pancasila yang merupakan suatu kesatuan yang utuh yang memiliki sifat dasar yang mutlak berupa sifat kodrat manusia yang monodualis tersebut.
Kemudian, seluruh nilai-nilai Pancasila tersebut menjadi dasar rangka dan jiwa bagi bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa dalam setiap aspek penyelenggaraan negara harus dijabarkan dan bersumberkan pada nilai-nilai Pancasila, seperti bentuk negara, sifat negara, tujuan negara, tugas/kewajiban negara dan warga negara, sistem hukum negara, moral negara, serta segala aspek penyelenggaraan negara lainnya.
4.    Kajian Epistemologi
Kajian epistemologi filsafat Pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini dimungkinkan karena epistemologi merupakan bidang filsafat yang membahas hakikat ilmu pengetahuan (ilmu tentang ilmu). Kajian epistemologi Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Oleh karena itu, dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia.
Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:
a.    Tentang sumber pengetahuan manusia.
b.    Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia; serta
c.    Tentang watak pengetahuan manusia.
Epistemologi Pancasila sebagai suatu objek kajian pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila. Adapun tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami bersama, adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia itu scndiri. Merujuk pada pemikiran filsafat Aristoteles, bahwa nilai-nilai tersebut sebagai kausa material is Pancasila.
Selanjutnya, susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal, yaitu:
a.    Sila pertama Pancasila mendasari dan mcnjiwai keempat sila lainnya.
b.    Sila kcdua didasari sila pertama serta mendasari dan menjiwai sila ketiga, keempat, dan kclima;
c.    Sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima.
d.    Sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, dan ketiga serta mendasari dan menjiwai sila kelima; serta
e.    Sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga,dan keempat.
Demikianlah, susunan Pancasila memiliki sistem logis, baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut kualitas ataupun kuantitasnya. Selain itu, dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Kedudukan dan kodrat manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifal mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang tertinggi.
Selanjutnya, kebenaran dan pengetahuan manusia merupakan suatu sintesis yang harmonis di antara potensi-potensi kejiwaan manusia, yaitu akal, rasa, dan kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tertinggi.
Selain itu, dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, epistemologi Pancasik: mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifai kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Sebagai suatu paham epistemologi, Pancasila memandang bahwa ilnu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan padc kcrangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam hidup manusia. Itulah sebabny;
Pancasila secara epistemologis harus menjadi dasar moralitas bangsa dalarr membangun perkembangan sains dan teknologi dewasa ini.
5.    Kajian Aksiologi
Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada hakikatnya membahas tentang nilai praksis atau manfaat suatu pengctahuan tentang Pancasila. Karena sila-sila Pancasila sebagai suatu sistcm filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, maka nilai-nilai yang tcrkandung dalamnya pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Selanjutnya, aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila. Istilah nilai dalam kajian filsafat dipakai untuk merujuk pada ungkapan abstrak yang dapat juga diartikan sebagai "keberhargaan" (worth) atau "kebaikan" (goodnes), dan kata kerja yang artinya scsuatu tindakan kcjiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian (Frankena: 229).
Di dalam Dictionary of Sociology an Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Dengan demikian, nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek. Sesuatu itu mengandung nilai, artinya ada sifat atau kualitas yang melekat padanya, misalnya bunga itu indah, perbuatan itu baik. Indah dan baik adalah sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan. Jadi, nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang tersembunyi di balik kenyataan-kenyataan lainnya. Adanya nilai itu karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai.
Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat bergantung pada titik tolak dan sudut pandang setiap teori dalam menentukan pengertian nilai. Kalangan materialis memandang bahwa hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai material, sedangkan kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Namun, dari berbagai macam pandangan tentang nilai dapat dikelompokkan pada dua macam sudut pandang, yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan subjek pemberi nilai, yaitu manusia. Hal ini bersifat subjektif, tetapi juga terdapat pandangan bahwa pada hakikatnya nilai sesuatu itu melekat pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan pandangan dari paham objektivisme.
Notonagoro memcrinci tentang nilai, ada yang bersifat material dan nonmaterial. Dalam hubungan ini, manusia memiliki oricntasi nilai yang berbeda bergantung pada pandangan hidup dan filsafat hidup masing-masing. Ada yang
mendasarkan pada orientasi nilai material, tetapi ada pula yang sebaliknya, yaitu berorientasi pada nilai yang nonmaterial. Nilai material relatif lebih mudah diukur menggunakan pancaindra ataupun alat pengukur. Akan tetapi, nilai yang bersifat rohaniah sulit diukur, tetapi dapat juga dilakukan dengan hati nurani manusia sebagai alat ukur yang dibantu oleh cipta, rasa, serta karsa dan keyakinan manusia (Kaelan, 2005).
Menurut Notonagoro, nilai-nilai Pancasila itu termasuk nilai kerohanian tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui nilai material dan nilai vital. Deng demikian, nilai-nilai Pancasila yang tergolong nilai kerohanian itu juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, seperti nilai material nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetis, nilai kebaikan atau ni moral, ataupun nilai
kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistemik-hierarkis. Sehubungan dengan ini, sila pertama, yaitu ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari semua sila-sila Pancasila (Darmodihardjo: 1978).
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-ni Pancasila (subcriber of values Pancasila), Bangsa Indonesia yang berketuhan; yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan, dan yang berkeadilan sosial. Sebagai pendukung nilai, bangsa Indonesialah yang menghargai, mengakui, serta menerima Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai Pengakuan, penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan tampak menggejala dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia. Kalau pengakuan, penerimaan, atau penghargaan itu telah menggejala dalam sikap, tingkah laku, serta perbuatan manusia dan bangsa Indonesia, maka bangsa Indonesia dalam hal ini sekaligus adalah pengembannya dalam sikap tingkah laku, dan perbuatan manusia Indonesia.
6.    Filsafat Pancasila dalam Konteks PKn
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis fundamental, dan menyeluruh. Untuk itu, sila-sila Pancasila merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat bulat dan utuh, hierarkis, dan sistematis. Dalam pengert ian inilah, sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Konsekuensinya kelima sila tidak terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, tetapi memiliki esensi serta makna yang utuh.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia mengandung makna bahwa setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan harus berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Pemikiran filsafat kenegaraan bertolak dari pandangan bahwa negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan, yang merupakan masyarakat hukum (legal society}.
Adapun negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan pada kodrat bahwa manusia sebagai warga negara, yaitu sebagai bagian persekutuan hidup yang mendudukkan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (hakikat sila pertama). Negara yang merupakan persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, pada hakikatnya bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya atau makhluk yang beradab (hakikat sila kedua). Untuk mewujudkan suatu negara sebagai suatu organisasi hidup, manusia harus membentuk suatu ikatan sebagai suatu bangsa (hakikat sila ketiga). Terwujudnya persatuan dan kesatuan akan melahirkan rakyat sebagai suatu bangsa yang hidup dalam suatu wilayah negara tertentu.
Konsekuensinya, hidup kenegaraan itu haruslah didasarkan pada nilai bahwa rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara. Maka itu, negara harus bersifat demokratis, hak serta kekuasaan rakyat harus dijamin, baik sebagai individu maupun secara bersama (hakikat sila keempat). Untuk mewujudkan tujuan negara sebagai tujuan bersama, dalam hidup kenegaraan harus diwujudkan jaminan perlindungan bagi seluruh warga. Dengan demikian, untuk mewujudkan tujuan, seluruh warga negara harus dijamin berdasarkan suatu prinsip keadilan yang timbul dalam kehidupan bersama (hakikat sila kelima).







1.  Jelaskan Hubungan Antara Filsafat dan Ilmu Pengetahuan!
Jawab:
Filsafat dan Ilmu pengetahuan adalah dua hal yang cukup menarik untuk dicari hubungan di antara keduanya. Untuk dapat mengetahui sejauh mana hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan perlu kiranya memahami keduanya.
Filsafat berasal dari kata Yunani yaitu: Philo = Mencintai dan Sophia = Kebijaksanaan. Seorang filosof atau filsuf adalah orang yang mengaku mencintai kebenaran. Dalam dunia filsafat sering terjadi debat-mendebat antara para filsuf tentang hasil pemikirannya.
Sedangkan Ilmu pengetahuan adalah hasil karya dari pemikiran manusia yang dapat digunakan secara teoritis dan praktis oleh manusia. Di dalam dunia ilmu pengetahuan jarang ditemukan adanya dalil atau pemikiran yang menentang hasil pemikiran sebelumnya. Misalnya saja hasil penemuan seorang ilmuwan meneliti ulang pemikiran Newton, yang ditemukan adalah bahwa hasil penelitian ilmuwan tersebut tidak bertentangan dengan penelitian Newton sebelumnya.
Filsafat dan pengetahuan berusaha untuk mencari kebenaran tentang sesuatu. Perbedaannya terletak pada bagaimana cara orang dapat mencari kebenaran tersebut. Filsafat lebih menekankan pada hasil pikiran dan rasio manusia dengan cara merenung dan memikirkan secara mendalam sampai pada akar-akarnya tentang sesuatu hal yang difilsafati. Hasil dari pemikiran tersebut adalah sebuah pemikiran yang dilandasi dengan alasan-alasan yang rasional dan dapat diterima akal manusia.
Sedangkan ilmu pengetahuan lebih menekankan pada hasil percobaan (eksperimen) manusia. Untuk lebih mempermudah penjelasan, dapat melihat contoh sebagai berikut. Pada masa Galileo, ada perdebatan antara ilmuwan dan filsuf tentang kebenaran. Dengan mengambil sampel batu dan kayu yang dijatuhkan secara bersamaan dari atas menara Pisa. Rasio manusia mengatakan bahwa batu akan jatuh lebih dahulu karena lebih berat. Namun pada kenyataannya percobaan Galileo menbuktikan bahwa kedua benda tersebut jatuh secara bersamaan.
Dari uraian di atas menurut saya hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan adalah filsafat merupakan bagian dari pengetahuan. Dimana filsafat merupakan awal bagi lahirnya suatu ilmu pengetahuan yang baru. Dengan kata lain, rasio manusia menghasilkan suatu hal yang belum pernah ada sebelumnya. Kemudian untuk mencari kebenaran hal tersebut dilakukan penelitian yang akan melahirkan pengetahuan.

2.  Jelaskan Hubungan antara Pacasila dengan Pembukaan UUD 1945 dan Pasal-pasal dalam UUD 1945!
Jawab:
Pancasila adalah dasar negara, dimana Pancasila diposisikan sebagai dasar filosofis, dan sumber dari segala sumber hukum. Pancasila sendiri memuat adanya nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang terkadung dalam kelima sila yang ada di Pancasila. Nilai-nilai tersebut mengandung pengertian bahwa Pancasila merupakan tujuan dari bangsa Indonesia. Tujuan tersebut masih sangat luas dan masih dapat dipecah jika kita pahami makna dari sila-sila dalam Pancasila tersebut.
Untuk memudahkan warga negara mamaknai tujuan yang disebutkan dalam sila –sila pancasila maka, dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 menyebutkan secara jelas tujuan bangsa Indonesia dengan terperinci. Dalam alinea ke-4 disebutkan bahwa tujuan bangsa Indonesia antara lain  melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Maka jelas bahwa pembukaan tersebut adalah rincian dari nilai luhur yang terkandung dalam pancasila, atau dapat dikatakan bahwa pancasila menjadi dasar dalam menentukan tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan.
Kemudian untuk mencapai tujuan yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang berdasarkan pada pancasila diperlukan adanya aturan yang mengatur, membatasi dan mengawasi pelaksana pemerintahan berdasarkan kerakyatan. Untuk itu dalam UUD 1945 terdapat pasal yang mengatur pelaksanaan pemerintahan negara. Agar dalam pelaksanaannya pemerintahan tidak jauh melenceng dari cita-cita awal bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Pasal-pasal dalam UUD 1945 juga mengatur lembaga negara yang ditugaskan untuk mencapai tujuan negara yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 agar dapat bekerja secara teratur dan tertata demi mencapai cita-cita bangsa.
Pasal-pasal dalam undang merupakan petunjuk pelaksanaan atas wewenang pemerintah untuk mencapai tujuan negara yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pancasila, pembukaan UUD dan Pasal-pasal yang ada di dalamnya memiliki hubungan yang erat. Dimana pancasila merupakan dasar demi menentukan tujuan bangsa yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945, kemudian untuk mencapai tujuan tersebut dibuatlah aturan dan badan yang bertugas untuk mencapai tujuan tersebut dalam pasal-pasal UUD 1945.

3.  Analisis Dasar Entologis Pancasila menurut perpektif salah satu filosof dan sintesis mandiri anda!
Jawab:
Sebelum mengetahui dasar antologis Pancasila ada baiknya kita mengetahui dulu pemikiran Plato, karena Plato merupakan salah satu filsuf yang terkenal pada masanya.
Plato menyumbangkan ajaran tentang "idea".  Menurut Plato, hanya idea-lah realitas sejati. Semua fenomena alam hanya bayang-bayang dari bentuknya (idea) yang kekal. Dalam wawasan Plato, pada awal mula ada idea-kuda, nun disana di dunia idea. Dunia idea mengatasi realitas yang tampak, bersifat matematis, dan keberadaannya terlepas dari dunia inderawi. Dari idea-kuda itu muncul semua kuda yang kasat-mata. Karena itu keberadaan bunga, pohon, burung, ... bisa berubah dan berakhir, tetapi idea bunga, pohon, burung,  ... kekal adanya. Itulah sebabnya yang Satu dapat menjadi yang Banyak.
Plato ada pada pendapat, bahwa pengalaman hanya merupakan ingatan (bersifat intuitif, bawaan, dalam diri) seseorang terhadap apa yang sebenarnya telah diketahuinya dari dunia idea, -- konon sebelum manusia itu masuk dalam dunia inderawi ini. Menurut Plato, tanpa melalui pengalaman (pengamatan), apabila manusia sudah terlatih dalam hal intuisi, maka ia pasti sanggup menatap ke dunia idea dan karenanya lalu memiliki sejumlah gagasan tentang semua hal, termasuk tentang kebaikan, kebenaran, keadilan, dan sebagainya.
Plato mengembangkan pendekatan yang sifatnya rasional-deduktif sebagaimana mudah dijumpai dalam matematika. Problem filsafati yang digarap oleh Plato adalah keterlemparan jiwa manusia kedalam penjara dunia inderawi, yaitu tubuh.  Itu persoalan  ada ("being") dan mengada (menjadi, "becoming").
Berdasarkan pemikiran Plato di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ide merupakan hal yang telah ada sejak manusia belum lahir. Jika kita melihat dasar ontologis Pancasila bahwa Pancasila lahir karena adanya ide atau pemikiran manusia. Dimana manusia dipandang sebagai dasar antropologis, bahwa manusia menciptakan ide-ide untuk mengatur dirinya dan untuk mencapai tujuan hidup. Begitu juga pancasila merupakan ide dari pendiri bangsa yang merupakan tujuan dari bangsa/ negara (kausa materialis) demi kemakmuran rakyatnya.
Ide yang ada dalam kepala pendiri negara dibicarakan dalam sidang PPKI (kausa efisien) untuk mencapai rumusan kesepakatan (kusa formalis) tentang dasar negara (kausa final). Dengan demikian, adanya dasar negara (kausa finalis) tidak terlepas dari awal munculnya ide dari tokoh nasional.
Menurut saya benar apa pemikiran Plato, bahwa ide merupakan awal bagi perbuatan manusia. Begitu juga dalam pembuatan Pancasila yang menjadi dasar negara. Pada awal kemerdekaan tentu belum terdapat dasar negara, sehingga para tokoh nasional berpikir keras untuk mendapatkan kesepakatan tentang dasar negara tersebut. Ide-ide yang muncul tentu tidak semuanya dapat diterima, namun dicari mana yang terbaik diantara ide tersebut.
Dari ide-ide tersebut maka lahirlah dasar negara yang dinamakan pancasila, dengan asumsi bahwa manusia sebagai makluk Tuhan dalam menjalankan hubungan dengan orang lain sebagai makluk sosial memerlukan adanya aturan yang membatasi hubungan tersebut. Sehingga manusia dalam menjalankan fungsinya dalam bersosialisasi dengan sesama makluk Tuhan tidak saling melanggar aturan dan tidak saling merugikan.




4.  Identifikasi Tantangan Filosofis kontemporer atas Pancasila!
Jawab:
Kelahiran pancasila tidaklah semulus seperti yang dibayangkan orang, the founding father merumuskan pancasila dengan berbagai pertimbangan dan masukan dari tokoh nasional pada masa itu. Banyak sekali rumusan pancasila yang diajukan sebelum pada akhirnya disetujui rumusan pancasila yang kita kelahui dan kita gunakan sampai pada saat ini. Pancasila dari awal lahir sampai pada masa pasca reformasi terus mendapatkan tantangan dan cobaan dari berbaagai pihak. Tantangan dan cobaan tersebut dapat berupa tantangan internal dan eksternal dari bangsa indonesia. Untuk terus menjadikan Pancasila eksis di Nusantara ini, maka perlu adanya jawaban (respon) atas tantangan (challenge) terhadap Pancasila baik yang sedang berlangsung ataupun yang akan berlangsung.
Tantangan kontemporer pancasila antara lain adalah adanya gerakan separatis yang menggerogoti nilai sila ke-3, yaitu persatuan. Gerakan separatis dari Maluku dan Papua harus segera mendapatkan penanganan yang serius. Meskipun aceh sekarang tidak lagi bergolak seperti dulu, namun masih diperlukan adanya pengawasan khusus sehingga Indonesia tidak akan menjadi terpecah. Kita tentu tidak mengharapkan Indonesia terpecah seperti Uni Sovyet dan Yugoslavia.
Globalisasi juga perlu mendapat perhatian yang cukup serius, karena globalisasi telah membawa dampak yang signifikan terhadap bangsa ini. Adanya pergeseran norma dan nilai pada akhir-akhir ini dapat dipicu oleh adanya globalisasi yang memungkinkan masyarakat dapat mengakses informasi secara terbuka dan luas di luar negara Indonesia. Jika nilai yang terkandung dalam pancasila tidak dapat digunakan lagi maka hilanglah kepribadian bangsa dan hilanglah Indonesia. Karena perubahan atau pergeseran nilai sekecil apapun pada akhirnya akan membawa perubahan yang sangat berarti.
Tantangan selanjutnya adalah tantangan pemenuhan kesejahteraan rakyat. Jika kita melihat secara detil dan menyeluruh terhadap bangsa indonesia, masih banyak warga negara yang tidak dapat dikatakan sejahtera. Di zaman yang serba modern ini masih ada rakyat yang kesulitan mendapatkan makanan pokok dan menggantinya dengan makanan lain yang jauh dari harapan. Masih banyak warga negara yang yang makan nasi aking yang notabene adalah makanan ternak. Sungguh ironis melihat kenyataan bahwa indonesia adalah negara agraris yang seharusnya dapat memenuhi kebutuhan pangan sendiri.
Pancasila sebagai salah satu sumber hukum juga perlu mendapat perhatian. Dimana penegakan hukum di Indonesia masih lemah, meskipun sudah ada lembaga yang menangani masalah hukum di Indonesia. Namun pada kenyataannya bahwa lembaga tersebut masih melaksanakan teknik tebang pilih, dimana memilih kasus atau tersangka yang relatif lebih mudah ditangani dengan alasan yang seolah-olah dapat meyakinkan publik. Misalnya saja, negara lebih kerepotan tentang kasus penipuan yang bernilai puluhan juta artis dibanding memburu, mencari dan menangkap koruptor yang membawa uang rakyat bernilai trilyunan rupiah. Sehingga hukum dianggap sebagai mata pisau bermata dua, dimana satu sisi tajam ketika berhadapan dengan rakyat biasa. Namun menjadi tumpul ketika berhadapan dengan pemegang kekuasaan politik dan ekonomi.

5.  Analisis Prospek Penerapan Pancasila dalam Salah Satu Bidang Kehidupan Berbangsa dan Bernegara!
Jawab:
Pancasila sebagai ideologi negara tentu perlu dilaksanakan dan diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila mengandung nilai luhur yang merupakan salah satu tujuan bangsa indonesia. Dengan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila maka secara tidak langsung kita telah melangkah untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia.
Penerapan pancasila salah satunya adalah penerapan dalam sistem demokrasi yang berlaku di Indonesia. Kita tentu sering mendengar kata demokrasi pancasila. Demokrasi merupakan paham atau ajran yang seringkali dibicarakan dan digaungkan tokoh-tokoh elite politik Indonesia. Demokrasi memang bukan tujuan akhir dari berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Demokrasi adalah satu kerangka kerja politik (political frame work) di mana tujuan satu bangsa yakni keadilan, kesejahteraan dan perdamaian dapat dicapai. Dalam kerangka kerja politik ini, kekuasaan dapat dijinakkan sehingga kekuasaan tidak digunakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi digunakan untuk melayani kepentingan masyarakat. Demokrasi pancasila adalah demokrasi yang menggunakan nilai-nilai Pancasila dalam pelaksanaannya. Nilai luhur pancasila diterapkan melalui demokrasi, sehingga menciptakan corak baru dalam demokrasi yang dinamakan Demokrasi Pancasila.
Dengan demokrasi lebih dimungkinan hak asasi dari setiap dan semua orang – tanpa membeda-kan latar belakang ras dan suku, agama, sosial, keyakinan politik dan gender – dapat dimajukan dan dilindungi secara efektif. Hal ini sesuai dengan nilai yang terkandung dalam pancasila, terutama sila ke-4 yaitu bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan dan kekuasaan untuk ikut dalam pemerintahan dengan sistem yang berlaku di Indonesia. Dengan pelaksanaan demokrasi pancasila diharapkan rakyat ikut aktif dalam pemerintahan sehingga kebijakan yang diambil oleh pemerintah dapat memihak rakyat.
Selain itu tujuan demokrasi sendiri sejalan dengan nilai pasal ke-5 yaitu keadilan dan kesejahteraan rakyat. Tujuan demokrasi juga untuk mencapai kesejahteraaan dan keadilan bagi rakyat yang menganut paham demokrasi. Demokrasi dan Pancasila mempunyai karakteristik yang sama dalam mencapai tujuan tersebut. Jika saja Demokrasi Pancasila dilaksanakan dengan baik maka tujuan demokrasi dan pancasila akan berjalan beriringan dan keduanya akan tercapai.

4 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More